Bandungraya.net
Home / NASIONAL / Detail

Usut Tuntas Pihak PTPN dan Petani Berdasi Pangalengan, Jangan Biarkan Lingkungan Pangalengan Hancur

Foto Penulis Pewarta | TIM • 25 December 2025
Usut Tuntas Pihak PTPN dan Petani Berdasi Pangalengan, Jangan Biarkan Lingkungan Pangalengan Hancur

Bandung, (BR.NET).- Lemahnya tindakan aparat kepolisian terhadap para “petani berdasi” yang diduga berperan sebagai donatur dan pemodal dalam kasus alih fungsi lahan di kawasan PTPN Pangalengan memicu desakan agar Mabes Polri turun tangan langsung.

Meski kasus tersebut sempat viral di media sosial serta diberitakan oleh berbagai media cetak, elektronik, dan online, hingga kini para aktor utama dinilai masih bebas berkeliaran tanpa tindakan tegas dari Polresta Bandung maupun Polda Jawa Barat.

Warga pun mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk turun langsung ke Pangalengan, Kabupaten Bandung, guna memastikan penegakan hukum berjalan secara adil dan menyentuh seluruh pihak yang terlibat.

Kasus alih fungsi lahan perkebunan teh menjadi area pertanian di wilayah Pangalengan terus menuai sorotan publik. Kendati aparat penegak hukum telah menetapkan enam orang tersangka, masyarakat menilai proses hukum belum menyentuh aktor utama, khususnya pihak yang diduga membiayai dan mengoordinasikan perusakan kebun teh dalam skala besar.

Seiring terjadinya alih fungsi lahan, dampak sosial dan lingkungan mulai dirasakan langsung oleh para pekerja kebun dan warga sekitar.

Salah seorang pemetik teh, Elis (45), warga Kampung Tirtasari, Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, mengaku sangat sedih atas rusaknya kebun teh yang selama ini menjadi sumber penghidupan ribuan warga.

“Saya sangat sedih dengan adanya pengalihan lahan kebun teh menjadi lahan pertanian. Dampaknya luas bagi karyawan dan masyarakat,” ujar Elis, Kamis (25/12/2025).

Elis menambahkan, pasca perusakan kebun teh, wilayah Kampung Lakbong sempat dilanda banjir.

“Setelah kebun dirusak, pernah terjadi banjir di Kampung Lakbong. Dulu tidak pernah seperti itu,” katanya.

Ia berharap lahan yang telah rusak dapat dipulihkan kembali. “Harapan saya kebun ini dikembalikan lagi menjadi kebun teh,” imbuhnya.

Menurut Elis, luas kebun teh yang dialihfungsikan mencapai lebih dari 150 hektare. Ia juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan pihak internal perkebunan.

“Ada oknum pengurus perkebunan yang bermain dengan para perusak lahan kebun,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Nanang, karyawan kebun teh di Afdelling Cinyiruan, Sektor Tirtasari, yang telah bekerja lebih dari 35 tahun. Ia mengaku sangat terpukul melihat kebun teh yang menjadi tumpuan hidup keluarganya kini rusak.

“Saya sedih sekali. Dari kebun teh ini saya bisa makan dan menyekolahkan anak,” ujarnya.

Nanang menuturkan, bekerja di perkebunan teh telah menjadi bagian dari sejarah keluarganya lintas generasi.
“Dari buyut, kakek, nenek, semuanya bekerja di kebun teh ini,” katanya.

Ia juga mengungkap fakta terkait pelaku perusakan lahan.
“Yang merusak lahan teh bukan karyawan kebun, tetapi masyarakat sekitar yang diperintah oleh oknum pengusaha,” ungkapnya.

Menurut Nanang, para pekerja kebun justru menjadi pihak yang paling dirugikan akibat alih fungsi lahan tersebut.

Sementara itu, Dayat, karyawan kebun lainnya, berharap penegakan hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan.
“Saya berharap oknum perkebunan dan pengusaha yang memodali alih fungsi lahan ini diproses sesuai hukum sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.

Dari kalangan generasi muda, Eva, seorang Gen Z yang orang tuanya bekerja di perkebunan teh, juga mengungkapkan kesedihannya.
“Saya bisa sekolah sampai tamat karena hasil kerja orang tua di kebun teh ini. Sangat sedih melihat kebun teh dirusak,” tuturnya.

Hingga kini, masyarakat menilai proses hukum belum sepenuhnya transparan. Dengan tuntutan publik yang semakin menguat, para pekerja kebun dan warga sekitar berharap aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum pengusaha, termasuk pihak-pihak yang diduga membiayai dan membekingi perusakan kebun teh tersebut.

Selain itu, mereka juga mendesak adanya pemulihan fungsi lahan guna mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut, mengingat alih fungsi kebun teh diduga telah memicu banjir dan mengancam keseimbangan ekosistem di wilayah Pangalengan.

“Kasus alih fungsi lahan kebun teh ini tidak hanya menyangkut persoalan hukum, tetapi juga menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang berdampak luas bagi masyarakat lintas generasi,” pungkasnya. ***

Bagikan: